Jumat, 10 Maret 2017

"Air Mata Bunda"(Sebuah Percakapan Imajiner)

Suatu ketika, anak laki-laki saya Abu Dzar Al-Ghiffari bertanya kepada ibunya, Bunda, mengapa menangis? Bundanya menjawab, Sebab bunda adalah perempuan, nak. Saya tak mengerti bunda, kata Aby sapaannya. Bundanya hanya tersenyum dan memeluknya erat. Aby, kau memang tak akan mengerti…

Kemudian Aby bertanya kepada ayahnya. Ayah, mengapa bunda menangis? Bundamu menangis tanpa sebab yang jelas, sang ayah menjawab. Semua perempuan memang sering menangis tanpa alasan.

Si anak membesar menjadi remaja, dan dia tetap terus bertanya-tanya, mengapa perempuan menangis? Hingga pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan, Ya Allah, mengapa perempuan mudah menangis? Dalam mimpinya ia merasa seolah mendengar jawabannya:

Saat Ku ciptakan wanita. Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan bayi dari rahimnya, walau kerap berulangkali menerima cerca dari si bayi itu apabila ia telah membesar.

Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah saat semua orang sudah putus asa.

Ku berikan kesabaran jiwa untuk merawat keluarganya walau dia sendiri letih, walau sakit, walau penat, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau acapkali anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada anak-anak yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukankah tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak.

Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai isterinya. Walau seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling melengkapi dan saling menyayangi.

Dan akhirnya, Kuberikan ia air mata, agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus kepada wanita, agar dapat ia gunakan bila masa pun ia inginkan. Ini bukan kelemahan bagi wanita, karena sebenarnya air mata ini adalah air mata kehidupan. [GN-01]

***
Catatan sederhana ini saya persembahkan buat istri tercinta Anthy Giffari yang pada 11 Maret 2017 hari ini menapaki usianya ke-37 tahun.
Perempuan tangguh yang berani bertaruh apa saja untuk mendamipingi saya. Andai ada kata yang lebih indah dari cinta, dan lebih berat dari terima kasih, tentu saya akan mempersembahkan untuknya.
Yaumul milad sayang... barakallah fii umrik.


Foto: Bunda dan Abu Dzar Al-Ghiffari

0 komentar:

Posting Komentar