This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 18 Februari 2019

SEKILAS BENTENG TAHULA DI PULAU TIDORE

Sekitar tahun 1607 atau satu tahun setelah Spanyol menaklukan Ternate, Juan de Esquivel yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Spanyol pertama di Maluku memerintahkan untuk membangun sebuah benteng di Tidore. namun rencana tersebut tidak sempat terlaksana karena kekurangan tenaga kerja.

Kemudian pada masa Gubernur Cristobal de Azcqueta Menchacha (1610-1612) baru dimulai pembangunan, ia memerintahkan untuk membangun sebuah benteng di Tidore yang diberi nama Santiago de los Caballeros de Tidore, pada awal tahun Ia menjabat. Pembangunan benteng ini baru selesai pada tahun 1615 saat Gubernur Spanyol Don Jeronimo de Silva (1612-1617) menjabat dan mengubah nama benteng ini menjadi Sanctiago Caualleros de los de la de ysla Tidore, yang sekarang lebih dikenal dengan nama Benteng Tahula.

Benteng ini menjadi basis militer Spanyol hingga tahun 1662. Garnisunnya terdiri dari 50 orang tentara yang dikomandani seorang kapten lengkap dengan artilerinya. Benteng ini dibangun di atas sebuah bukit batu di pesisir barat Pulau Tidore. Lokasi yang tepat untuk mengawasi perairan Pulau Tidore.
Setelah Spanyol meniggalkan Maluku benteng tersebut dibiarkan kosong. Pada tanggal 13 maret 1667 Sultan Saifudin (1657-1689) kemudian melakukan sebuah perjanjian dengan Laksamana Speelman dari VOC. Isi perjanjian itu adalah VOC mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas wilayah Papua. Sedangkan bagi Belanda, mereka diberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Kesultanan Tidore.

Dan pada masa sultan Hamzah Fahroedin (1689-1700) Belanda meminta kepada Sultan untuk menghancurkan benteng tersebut namun sang sultan meminta kepada Belanda agar banteng itu dibiarkan sebagai tempat tinggal dan aset kesultanan.