This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 31 Mei 2017

Warkatul Ikhlas "NUKU World Festival" Garda Nuku

Suba se Tabea..

Moloku Kie Raha atau Maluku Utara jelas bukan sekadar lembaran buku sejarah. Penting bagi kita -- generasi muda -- dewasa ini untuk memposisikan diri dan bertanya apa yang harus kita lakukan buat Jazirah al-Mulk ini?
Kita telah berbuat apa yang terbaik sebagaimana kearifan sosok- sosok pendahulu?

Daripada tidak sama sekali, inilah sedikit ide atau gagasan dari Generasi Muda Nuku atau GARDA NUKU untuk mempersembahkan buat Moloku Kie Raha, dengan memberi nama; NUKU World Festival.

Untuk lebih detail, inilah warkatul ikhlas "NUKU World Festival".
Bahwa dalam tahun 2016 ini, GARDA NUKU menggagas satu event penting dan strategis buat daerah, buat Indonesia yang dikemas dengan nama "NUKU World Festival".

Sedikitnya ada 9 agenda. Namun satu agenda yang dianggap sangat penting dan strategis dalam "NUKU World Festival" ini adalah TRAKTAT KIE RAHA. Rapat Garda Nuku pada Jumat sore itu sempat alot mendiskusikan kata "traktat", agar perlu dicari pedanan kata yang lain sepadan. Ada kata "konvensi", "agreement", "deklarasi", "piagam atau charter", dan lain sebagainya.

Kenapa traktat penting? Pada momen ini, Garda Nuku mendesain satu peristiwa penting bagi empat Kesultanan di Moloku Kie Raha (Tidore, Ternate, Jailolo dan Bacan) beserta para pemimpin formal mulai dari Gubernur hingga Bupati/Walikota di wilayah Malut untuk dapat merumuskan bersama masa depan Moloku Kie Raha. Pelibatan juga dari daerah-daerah yang secara historis dan cultural menjadi bagian dari Moloku masa lalu, seperti Raja Ampat, Seram Timur serta Papua dan Papua Barat.
Mereka bikin konsensus serta tekad dalam bentuk poin-poin penting dan strategis baik di tingkat lokal, antara regional dan bahkan demi Indonesia yang besar. Konsensus ini akan dituangkan dalam satu prasasti bersejarah, bahwa mereka telah membuat konsensus yang besar demi masa depan yang gilang gemilang. Setidaknya inilah tekad Garda Nuku sebagai wujud meneruskan spirit Nuku.

Selain traktat, acara puncak dari event NUKU World Festival ini adalah jatuh pada 14 November 2016 (malam), adalah peringatan atas wafatnya Sultan Nuku yang ke-211 tahun atau 'Haul Sultan Nuku. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk ratib rabana atau Taji Besi Akbar yang berpusat di Dhuafa Center Ternate.

Untuk menyempurnakan gagasan NUKU World Festival ini Garda Nuku menggelar Focus Group Discussion (FGD) sebanyak dua kali dengan pihak kampus, akademisi, sejarawan, budayan serta civil society untuk bersama-sama merumuskan poin-poin penting Persekutuan Historis Moloku Kieraha. Selanjutnya, membumikan gagasan besar ini dengan mengadakan media gathering oleh semua media massa maupun bloggers.

Harapannya, gagasan NUKU World Festival ini menjadi nilai tambah bagi masa depan daerah dan Indonesia yang kita banggakan.

Akhirnya, kami mengutip 1 buah puisi yang ditulis legislator senayan dari Maluku Utara, bang Syaiful Bahri Ruray; ‘Surat Kepada Kaicili Paparangan’.

Beta Kaicili Paparangan
Menjadi daulat Jou Barakati…
Kuasa Papua hingga Seram…
Dan hamparan Pasifik nun jauh…
Dan,
Kitabullah beta junjung tinggi,

Beta tau…
Dua puluh tiga tahun beta mandi keringat
Dan darah para bala…
Diantara canga dan kora-kora
Yang melintasi riak gelombang
Surat yang beta tuliskan
Adalah goresan masnawi hati
Catatan gelisah karena
Angkara nan murka
Yang memporak-porandakan saudara-saudara beta
Di sepanjang Batuchina de Moro hingga Celebes…

Beta, kuasa Hale mayora
Karena beta jua, Nusantara berdiri..
Beta El Mabus Amiruddin…
Karena beta jua, Nusantara tetap ada…

(Puisi bang Ipul)

***

Lalu goresan dari kami, Garda Nuku:

Negeriku...
bak kertas putih nan bersih
namun kini  . . .
nampaknya kertas itu telah usang
karena kau biarkan  begiu saja
sedikitpun kau tak menyentuhnya 'tuk sekedar mengukir prestasi
barang sacuil  . . .

negeriku sayang . . .
negeriku malang
kini kau telah usang . . .

namun tak apa
kau tetap negeri tercinta
tanah kelahiranku
tenanglah . . .
biar kami bantu bersihkan
akan kami kumpulkan kekuatan
tuk meniup debu - debu di atasnya
akan kami carikan segera tinta biru
agar jazirah ini
bangsa ini
mendapatkan tempat
bagai goresan baru...


Demikianlah hidup laksana gerak air di sungai, mengalami pergerakan kearah perubahan. Bahkan, dalam hidup ini tidak ada yang abadi, kecuali perubahan.
Persembahan kami GARDA NUKU untuk negeri tercinta... Moloku Kie Raha, untuk Indonesia.

Akhir kata, semoga kita sekalian berharap Jou Taala memberi ampun atas ketidakmampuan kita yang generasi sekarang memberikan yang terbaik. Semoga ‘barakati’ tak hanya berbatas pada Nuku El Mabus Amiruddin saja.
Baarakallah...

Salam Spirit Nuku!


~ Oktober-November 2016
Alloed Dahlan



Keterangan Foto:
1. Media Gathering dengan semua media massa dan bloggers.
2. Pembacaan dan penandatanganan hasil konsensus persekutuan Moloku Kieraha oleh empat kesultanan dan para kepala daerah.

KOFEA GARDA NUKU : Tanpa Nuku Adakah Indonesia?

Minggu, 7 Agustus 2016, bertempat di halaman eks Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara, di Jl. Pahlawan Revolusi, Ternate, salah satu elemen civil society, GARDA NUKU, menggelar diskusi dengan diberi nama KOFEA ( Konfederasi Idea ), dengan menetapkan tema "Tanpa Nuku Adakah Indonesia?". Tema yang sedikit menggelitik ini dikupas oleh 4 narasumber, yakni SULTAN TIDORE H. Husain Syah, DR. Syaiful Ruray (Anggota DPR RI), DR Syahril Muhammad (Akademisi/Sejarawan), calon Doktor UGM Darsis Humah (Akademisi IAIN Ternate/Pemerhati), dan dipandu oleh M. Sofyan Daud (Penyair/Sastrawan/Budayawan dan Pembina GARDA NUKU), dihadiri oleh sejumlah tokoh intelektual, budayawan, sejarawan, kalangan jurnalis, organisasi lintas kultural, elemen kepemudaan dan kemahasiswaan, yang dimulai pukul 21.30 hingga berakhir 01.00 Wit, tidak ada yang meninggal lokasi diskusi.

Dari berbagai gagasan dalam diskusi KOFEA GARDA NUKU malam itu, saya barangkali merangkul beberapa poin penting bertalian dengan: Nasionalisme dan spirit perjuangan Sultan Nuku Jou Barakati; kebangkitan Maluku Kieraha; hingga masa depan Indonesia.
Berikut adalah poin-poin penting yang dapat saya rangkum :

1) Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Muhammad Amiruddin Syah Kaicil Paparangan Jou Barakati, alias Sultan Nuku. Dillahirkan di Tidore, 1738, tak diketahui tanggal dan bulannya. Dinobatkan sebagai Sultan 13 April 1879. Sultan Nuku wafat dengan damai 4 November 1805 di Soasio, Tidore. Melalui SK Presiden RI No. 71/TK/Tahun 1995, tanggal 7 Agustus 1995, Sultan Nuku dianugerahi Bintang Mahaputra Adi Pradana dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

2) Sultan Nuku adalah sultan terbesar Kerjaan Tidore. Seorang cerdas dan bijaksana, diplomat dan negosiator ulung, memiliki visi dan strategi jitu. Pihak Inggris menyebut Nuku "The Lord of Furtune" (sang raja keberuntungan), sebaliknya pihak Belanda menyebut Nuku sebagai "Prins Rebel" (pangeran pemberontak). Pemikiran dan pendekatan politik Sultan Nuku dalam banyak segi terinspirasi oleh Sultan Tidore besar lainnya yakni Sultan Syaifuddin alias Jou Kota. Sultan yang membawa Tidore berkembang menjadi kesultanan modern dalam aspek pemerintahan, hukum, sosial budaya, ekonomi dan tataniaga.

3) Gerakan perjuangan NUKU dipandang sebagai suatu proto-nasionalisme, yakni suatu bentuk nasionalisme awal. Belajar dari nilai dan substansi perjuangannya, bisa dikatakan NUKU merintis kesadaran kebangsaan. Dimana Protonasionalisme (nasionalisme yang mula-mula, cikal bakal) dalam konteks keindonesian, tetapi nasionalisme sesungguhnya, sejadi bagi sejarah bangsa Tidore. Tentu Tidore dalam arti negara bangsa pada masa itu. Yang kini sengaja atau tidak, sadar atau tidak, telah terciutkan, diciutkan, atau menciutkan diri sekadar sebuah pulau. Bukan lagi sebagai sebuah entitas budaya dan peradaban adiluhung dari Tidore, Gamrange (Weda, Patani, Maba), Seram, Wetubula, Tor, Rajaampat dan Papua daratan sampai Midanao, kepuluan marshal, dan Salomon. Inilah salah satu issu penting bagi GARDA NUKU sebagai penyadaran untuk mengembalikan kesadaran dan kepeduliaan kolektif terhadapnya. Tanpa itu maka yang membedakan Tidore dengan Ternate, Maitara, Failonga, Mare, Hiri, Dodola, dsb, hanyalah status admistratif, demografis, topografis dan segala teknis belaka bukan substansi nilai, identitas.

4) Masih terkait spirit perjuangan Nuku yang memiliki beberapa konsep politik yang ingin diwujudkannya. Konsep politik Sultan Nuku yang pertama adalah Mempersatukan seluruh wilayah Kesultanan Tidore sebagai suatu kedaulatan yang utuh. Kedua adalah memulihkan kembali 4 pilar kekuasaan Kerajaan Maluku. Ketiga, mengupayakan sebuah persekutuan antara ke-4 Kerajaan Maluku. Kelima mengenyahkan kekuasaan dan penjajahan asing dari Maluku, dan terakhir menjaga dan memanfaatkan Sumber Daya Alam di Maluku.

5) Dalam sejarah perjuangannya, sultan dikenal paling gigih dan sukses melawan Belanda (masa periode 1738-1805 M). Selama bertahun-tahun, Nuku berjuang untuk mengusir Belanda dari seluruh kepulauan Maluku, termasuk Ternate, Bacan dan Jailolo. Perjuangan tersebut membuahkan hasil dengan menyerahnya Belanda pada Sultan Nuku pada 21 Juni 1801 M. Dengan itu, Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo kembali merdeka dari kekuasaan asing. Sekali lagi Nuku tak sekadar berjuang dlm perspektif Tidore, tapi negara bangsa zaman itu. Indonesia : “Semua karena Nuku”. Ya...Sikap konsisten yang anti terhadap kolonial Belanda tersebut membuat pemerintah Republik Indonesia memberi gelar pahlawan nasional kepada Sultan ke-30, yakni Sultan Syaedul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mab’us Kaicil Paparangan Jou Barakati alias Nuku, yang memerintah 1797-1805 Masehi pula terkenal mengalahkan Belanda secara telak hingga Belanda harus mengakui wilayah Nuku pada Perjanjian Stadbland 24 Juni 1824 . Bagi Soekarno, tanpa ada pengakuan ini, mungkin sekarang Tidore bukanlah Indonesia (Dikutip dari buku karangan Irham Rosyidi, S.H., M.H. dengan judul “Eksplorasi Nilai, Asas, dan Konsep dalam Dinamika Ketatanegaraan Kesultanan Tidore”. Halaman 177-179).

6) A. Malik Ibrahim (Pembina Garda Nuku) menulis bahwa; "Kita adalah bangsa dengan sejarah yang berwarna-warni". Sejarah NUKU adalah heroisme universal___yang wilayah pengaruhnya tak sebatas pulau titik Tidore, tapi meluas menembus batas spasial, etnik dan budaya. Historiografi sejarah Indonesia modern telah mengulas bahwa NUKU dengan kedigyayaan adalah Sultan pemersatu dan bukan boneka kolonial. NUKU jou barakati adalah altar peradaban, bukan imperium perbudakan.

7) Bicara Nasionalisme? Indonesia tidak perlu ragu kepada Nuku. Ia adalah perintis proto-nasionslisme. Seperti dalam diskusi malam itu, The King of Tidore H. Husain Syah menegaskan; "Saya sebagai seorang generasi pewaris Nuku, dalam konteks ideologi perjuangan; bagaimana Nuku mewariskan spirit dan semangat api perjuangan kepada kami. Pantaskah diragukan eksistensi saya sebagai seorang pewaris Nuku dalam konstelasi politik internasional, nasional dan lokal. Saya tetap eksis di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan itu gratis. Saya loyal kepada bangsa ini, saya eksis kepada bangsa ini, tidak untuk mendapat upah...”

8) Bahwa kehidupan sosial Maluku Utara demikian kaya akan persentuhan dengan dunia luar sejak awal sejarah peradabannya. Untuk itulah, adalah aneh jika realitas kontemporer Maluku Utara malah surut kebelakang menjadi masyarakat tertutup atau bahkan xenophobia meminjam istilah bang Syaiful Ruray. Proses akulturasi peradaban telah berlangsung demikian intens, sehingga bahasa Tidore dan Ternate dapat dikategorikan sebagai lingua franca karena juga ditemukan berbagai kata Spanyol dan Portugis, selain Cina dan Belanda.

9) Begitu juga dalam perspektif realitas Politik dan Hukum. Kesultanan Moloku Kieraha dapat dikategorikan sebagai negara demokrasi dengan sistem monarki konstitusional. Tradisi berdemokrasi yang halus dan berbudi pekerti ini seharusnya diajarkan oleh dunia pendidikan kita sebagai kurikulum lokal untuk menjadi kearifan lokal. Kesultanan Moloku Kieraha dengan demikian dapat dikategorikan sebagai negara demokrasi dengan sistem monarki konstitusional. Halmana penting bagi Indonesia di era reformasi sekarang yang masih mencari format yang tepat untuk berdemokrasi secara lebih etis dan tidak terperangkap pada jebakan anarkisme politik yang destruktif.
Konsensus politik tertinggi di Maluku Utara juga sudah dikenal dengan berlangsungnya Moti Agreement (Moti Staten Verbond) pada 1322, dimana Sultan Sidang Arif Malamo (1322-1331) memprakarsai terbentuknya Konfederasi Moti yang menyatukan empat kesultanan (Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan) dalam sebuah konfederasi yang dikenal dengan Moloku Kieraha.

10) Point penting lain yang ditemukan dalam diskusi KOFEA Garda Nuku malam itu adalah, strategi perang laut yang dirintis Nuku. Jou Barakati terkenal dengan gerilya lautnya selama 22 tahun lebih melawan Belanda. Sebuah pertempuran yang sangat hebat dan berlangsung lama melebihi perang Napoleon di gelanggang Eropa.

11) Nuku adalah tokoh pejuang universal yang mengokohkan kedaulatan kerajaan-kerajaan Moloku oleh aneksasi imprelisme Belanda. Benar Tidore mencapai puncak keemasannya pasa era Sultan Nuku. Kaicili Nuku terkenal dengan gerilya lautnya selama 22 tahun lebih melawan VOC Belanda. Sebuah pertempuran yang sangat hebat dan berlangsung lama melebihi perang Napoleon di gelanggang Eropa. Nuku juga kemudian berupaya keras merekonstruksi Kerajaan Jailolo dengan mengangkat Muhamad Arif Billa, Sangaji Tahane, yang menjadi pengikut setianya dalam perang dan sempat mencapai posisi sebagai Jogugu Tidore. Namun rekonstruksi itu terus gagal karena ditentang oleh Belanda. Nuku bekerja sama dengan Inggris dan membuat pakta saling menghormati kedaulatan masing-masing.
Yang menarik secara sosial pada periodisasi Nuku ini adalah terjadinya cross cultural movement yang demikian hebat di Maluku Utara, dimana gerakan Nuku ini telah memobilisasi dan menyatukan Gam-Range yang multi etnis, agama bahkan suku Alifuru di Seram hingga Papua, sebagaimana yang disebut Muridan Satrio Wijoyo.
Dengan demikian heterogenitas sosial pada dasarnya telah terjalin demikian erat pada periode Nuku ini.
(Karena nilai dan spirit perjuangan Nuku dgn menghimpun kekuatan multi-etnis itulah ketika saya dipilih menjadi Ketua Umum GARDA NUKU dan kawan Budi Janglaha sebagai Sekertaris Umum GN, kita mencoba menghimpun kawan-kawan Gamrange (Maba-Patani-Weda), Makian-Kayoa, Jailolo, Tobelo-Galela, suku lainnya, masuk kedalam struktur kelembagaan, sekaligus sebagai upaya mengkonsolidasi kaum muda untuk sama-sama memikirkan nasib negeri Moloku Kie Raha ini dalam kanca nasional hingga dalam kepentingan arus globalisasi yang kian deras).



~ 7 Agustus 2016
Alloed Dahlan

Foto: Para narasumber dalam Kofea Garda Nuku

Sekilas GARDA NUKU Periode Kedua

Suba se Tabea..

Kebersamaan tak selalu berbentuk fisik tapi juga perlu kebersamaan maknawi. Artinya, walaupun secara jasmani kita barangkali tak slalu bersama (berpisah), namun rasa kebersamaan dalam jiwa selalu ada dengan selalu menjaga komunikasi sosial yang intensif dan harmonis.

Kebersamaan tidak menafikan/menghilangkan perbedaan, karena perbedaan merupakan fitrah sekaligus penentu bagi kedinamisan, kreatifitas dan keharmonisan manusia.

Filosofi “kebersamaan” mengacu pada “keterbatasan”. Karena manusia mahluk yang terbatas, maka untuk mengatasi keterbatasan harus dilakukan usaha bersama. Dari sisi ini kita mengetahui betapa pentingnya kebersamaan.

***

Alhamdulillah... atas izin Allah serta spirit 'kebersamaan', Generasi Muda Nuku (GARDA NUKU) kembali eksistensinya.
Itu setelah pada 23 Ramadhan 1437 Hijriyah atau bertepatan dengan 28 Juni 2016 Masehi (Selasa malam kemarin), di buku sandar Tobona, kepengurusan Garda Nuku berganti.

Melalui musyawarah Dewan Syuro yang terdiri dari Ketua Ikatan Keluarga Tidore (IKT) Provinsi Maluku Utara yang juga Walikota Ternate Burhan Abdurrahman, Jo Ou Sultan Tidore Husain Sjah, tokoh sesepuh GN; A. Malik Ibrahim, M. Sofyan Daud, Samin Marsaoly, Dahlan Malagapy, serta mantan ketua Nuryadin Rahman (periode pertama 2005), memutuskan memberikan amanah kepada saya sebagai Ketua Umum Garda Nuku dan saudara Budi Janglaha sebagai sekretaris umum. Organisasi yang sedari awal menjadi konseptor sekaligus motor penggerak IKT dalam melakukan program sosial andalannya "Barifola" atau bedah rumah. Kiprah Garda Nuku yang sejak berdiri November 2005 hingga kini berkontribusi terhadap ide/gagasan serta kerja-kerja sosial dan kebudayaan.

Akhirnya, Garda Nuku seperti "Rumah". Rumah ide, rumah kedamaian, rumah penjaga kultur, rumah yang menjunjung nilai luhur, rumah yang nyaman dan ramah dalam relasi sosial, bahkan rumah gerakan dalam mengkonsolidasi gagasan-gagasan perubahan bagi Moloku Kie Raha dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dan, rumah ini tak akan menjadi sebuah sangkar, melainkan tiang utama kapal layar.

Semoga kedepannya Garda Nuku dapat menjalani kerja-kerja sosial-kebudayaan dengan ikhlas, totalitas dan semangat juang, sebagaimana spirit Nuku. Sebab, di sana kita punya kepentingan bersama. Kepentingan untuk mengabdi kepada sesama. Mari bersama lakukan yang terbaik buat masyarakat, daerah dan negara tercinta ini.

Salam Nuku !!!


~Juli 2016
Alloed Dahlan