Rabu, 19 Desember 2018

"Tidak Boleh Ada Air Mata"

Dan waktu liburan itu pun habis. Saatnya, mengantar kembali Alya ke pondok Pesantren Al-Iman Ponorogo. Dari Surabaya ke Madiun kami menumpangi Kereta Api, lamanya perjalanan lebih dari 2 jam. Tiba di Madiun, kami menaiki mobil (grab) ke Ponorogo dengan jarak tempuh lebih dari 30 menit.

Tiba di Pesantren, Alya dan juga santri-santri lainnya disambut penuh ramah. Rata-rata mereka (yang menyambut) adalah para senior yang sudah lulus dan harus mengabdi minimal 1 tahun di pesantren. Mereka menyambut para santri dan mengambil koper, tas, maupun barang bawaan lain untuk diperiksa satu per satu. Ketentuan berpakaian di pesantren sangatlah ketat dan penuh disiplin.

Jujur, inilah yang saya sukai dalam tradisi pesantren. Bahkan dinamika sangat produktif. Hampir tidak ada waktu terbuang percuma/sia-sia. Setiap hari, pagi sampai malam di isi dengan berbagai aktivitas pembelajaran, tentunya di luar jam makan dan tidur; seperti belajar ilmu agama, pengetahuan umum, penghafalan Quran bagi tahfidz, sholat fardu dan sunah, puasa Senin-Kamis, berdzikir, dan lainnya. Saya mengamatinya dengan sangat detail setiap momen dan aktivitas mereka. Saya hanya bisa menggeleng kepala.. "Masya Allah.. sistem pendidikannya luar biasa," gumam saya dalam hati.

Akhirnya, tiba waktunya pamit pulang. Alya meminta kami (ayah, bunda dan 2 adiknya) untuk menunggunya di pintu gerbang pesantren karena dia masih menunaikan Shalat Dzuhur.

Usai shalat, dia pun menghampiri. Kami berpelukan di situ. Yang berkesan bagi saya adalah pesannya. "Ayah, jangan pernah bosan mendoakan Alya." Saya lantas mencium kepalanya dengan mata berkaca. Anak ini memberi isyarat bahwa tidak boleh ada air mata di situ. "Tetaplah menjadi anak yg Tawadhu, Alya. Selalu menjaga hati dan niat segala amal," bisikku pelan di telinganya.

Terlihat Alya berusaha untuk tegar. Ya.. saya melihat dari binar matanya menyimpan kesedihan yang teramat dalam untuk enggan berpisah. Namun anak ini begitu kuat menahan perasaan sedihnya.
Tidak boleh ada kesedihan diperpisahan ini. "Ayah dan bunda menyerahkan sepenuhnya.. semuanya hanya kepada Allah Azza Wa Jalla. Dia-lah Yang Maha Perkasa dan sebaik-baiknya pemberi perlindungan."

Kami pun pamit.. dari pintu gerbang pesantren itu Alya tetap berdiri sambil melambai tangan hingga mobil yang kami tumpangi hilang dari pandangannya.

Barakallah.. Alya.

◻Ponorogo, Selasa 18 Desember 2018.




0 komentar:

Posting Komentar